Pernahkah Anda melihat ada pembangunan trotoar di depan rumah? Atau Anda pernah mengalaminya sendiri? Masih ada beberapa orang yang mempertanyakan mengenai status kepemilikan dari tanah tersebut. Sebenarnya, bagaimana statusnya ketika tanah tersebut berstatus hak milik?
Tanah Hak Milik
Sebelum membahas lebih lanjut mengenai tanah berstatus hak milik yang dimanfaatkan sebagai trotoar, kita bahas terlebih dahulu apa itu tanah hak milik. Penjelasan terkait hal ini tercantum dalam Pasal 20 ayat (1) jo. Pasal 6 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA).
Pada ayat tersebut tertulis bahwa hak milik adalah hak turun-menurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah. Lebih lanjutnya, kata “terkuat dan terpenuh” menunjukkan bahwa hak milik ini lebih kuat daripada hak guna usaha, hak guna-bangunan, hak pakai dan lain-lainnya.
Meskipun demikian, perlu diingat bahwa “semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial”. Hal ini pun tercantum dalam Pasal 6 UUPA. Penjelasannya, hak atas tanah apapun pada seseorang tidak dapat dibenarkan bahwa tanahnya itu akan dipergunakan (atau tidak dipergunakan) semata-mata untuk kepentingan pribadinya, apalagi kalau hal itu menimbulkan kerugian bagi masyarakat.
Penggunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaannya dan sifat daripada haknya, hingga bermanfaat baik bagi kesejahteraan dan kebahagiaan yang mempunyainya maupun bermanfaat bagi masyarakat dan negara. Dalam UUPA juga tertulis bahwa ketentuan ini bukan berarti membuat kepentingan perseorangan akan terdesak oleh kepentingan umum (masyarakat).
Pemanfaatan Tanah untuk Trotoar
Seperti yang kita tahu bahwa trotoar sendiri merupakan bagian dari jalan. Lalu, bagaimana dengan tanah hak milik yang dimanfaatkan untuk trotoar? Seperti yang telah dijelaskan pada poin sebelumnya bahwa tanah perseorangan bisa dimanfaatkan untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat.
Hal-hal yang termasuk kepentingan umum ini tercantum dalam Pasal 10 Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Pada huruf b, mengatur bahwa tanah bagi kepentingan umum dapat digunakan untuk pembangunan “jalan umum, jalan tol, terowongan, jalur kereta api, stasiun kereta api, dan fasilitas operasi kereta api”.
Trotoar sendiri merupakan bagian dari jalan, maka kesimpulannya adalah tanah perseorangan dapat dimanfaatkan sebagai trotoar untuk kepentingan umum.
Pelepasan Hak Tanah
Ketika tanah tersebut sudah dimanfaatkan untuk kepentingan umum yang mana dalam hal ini adalah trotoar, lalu bagaimana status kepemilikannya? Dalam hal ini tentunya harus ada pemberian ganti rugi kepada pemiliknya.
Apabila sudah diberikan ganti rugi, maka sang pemilik wajib melakukan pelepasan hak. Pelepasan hak merupakan kegiatan pemutusan hubungan hukum dari pihak yang berhak atas tanah kepada negara melalui Lembaga Pertanahan. Aturannya tercantum dalam Pasal 20 ayat (2) UU No.2 Tahun 2002 yang isinya:
Pada saat pemberian ganti kerugian, pihak yang berhak menerima ganti kerugian wajib:
1. melakukan pelepasan hak; dan
2. menyerahkan bukti penguasaan atau kepemilikan Objek Pengadaan Tanah kepada instansi yang memerlukan tanah melalui Lembaga Pertanahan.
Selanjutnya, dalam Pasal 43 pada UU yang sama pun dijelaskan bahwa kepemilikan atau Hak Atas Tanah dari Pihak yang Berhak menjadi hapus dan alat bukti haknya dinyatakan tidak berlaku dan tanahnya menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh negara.
Kesimpulannya, tanah yang berstatus hak milik dan digunakan untuk membuat trotoar oleh pihak pemerintah, maka akan termasuk ke dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Prosesnya sendiri akan diiringi dengan pemberian ganti rugi yang setelah itu wajib dilakukan juga pelepasan hak tanah, sehingga tanah tersebut berubah jadi milik negara.